HUKUM MENUNAIKAN
ZAKAT FITRI Dengan UANG
✍🏻 Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma
menceritakan:
فرض رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
"Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri sebanyak satu sha’ kurma atau
satu sha’ gandum." [HSR. Bukhari no.1503 dan Muslim no.984]
Sementara dalam hadits yang
berasal dari Abu Sa’id Al-Khudri disebutkan tentang yang dijadikan zakat fithri
yakni:
صاعًا من طعامٍ، أو صاعًا من شَعيرٍ،
أو صاعًا من تَمرٍ، أو صاعًا من زَبيبٍ،
"1 sha’ dari bahan
makanan, 1 sha’ gandum, 1 sha’ kurma, 1
sha’ gandum atau 1 sha’ kismis.” [HSR. Bukhari no.1437 dan Muslim no.985]
Dalam riwayat lain -masih
dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ’anhu- disebutkan:
أو صاعًا من أقِطٍ
"Atau satu sha’ dari
keju“. [HSR. Muslim no.985]
Dari hadits-hadits di atas
dapat diketahui bahwa, zakat fithri itu berupa makanan pokok, terutama makanan
pokok yang masyhur di daerahnya, baik berupa gandum, kurma, kismis, keju atau
dinegeri kita beras dan lain-lain yang termasuk bahan makanan pokok.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah
saat menjelaskan mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan
alasan dijadikannya kurma atau gandum sebagai barang yang dijadikan zakat
fithri, maka beliau berkata dalam Majmu’ Fatawa-nya XXV:68-69 :
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ؛
لِأَنَّ هَذَا كَانَ قُوتَ أَهْلِ الْمَدِينَةِ
"Dan adalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma
atau satu sha' gandum, karena ini (kurma dan gandum) adalah makanan pokok
penduduk madinah".
Atas dasar itu jumhur
(mayioritas Ulama) menyatakan bahwa zakat fithri mestinya berupa makanan pokok,
terutama makanan pokok penduduk di wilayahnya.
Ini adalah Madzhab dari
sejumlah Ulama Malikiyah, diantaranya diutarakan oleh Al Baaji dalam Al-Muntaqa
Syarh Muwatha’ II:188, Syafi'iyah Raudhatut Thalibin II:303, karya Imam Nawawi,
salah satu riwayat dari Imam Ahmad
rahimahullah Al-Mughni III:85, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam I’laamul
Mauwaqqi’in III:11, Syaikh bin Baaz rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa-nya
XIV:207, Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa-nya XVIII:283.
Lebih dari itu mayoritas
Ulama melarang membayar zakat fithri walau dengan mata uang itu senilai dengan
harga makanan pokok.
Imam Nawawi rahimahullah
menyatakan:
وَلَمْ يُجِزْ عَامَّةُ الْفُقَهَاءِ
إِخْرَاجَ الْقِيمَةِ وَأَجَازَهُ أَبُو حَنِيفَةَ
"Segenap (mayoritas)
ahli fiqih tidak membolehkan pembayaran zakat fithri dengan mata uang
pengganti, selain Abu Hanifah rahimahullah". (Syarah Shahih Muslim
VII:61-62)
Kata Ibnu Qudamah
rahimahullah:
أنَّ النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّم
فرَضَ الصَّدقةَ في أنواعِ الطَّعامِ، فمَن عَدَل إلى القِيمةِ، فقد ترَكَ المفروضَ
"Sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan shadaqah (zakat fithri) dalam
berbagai jenis makanan (pokok), maka barangsiapa menggantinya dengan mata uang,
berarti ia telah meninggalkan dari sesuatu yang diwajibkan (oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam)". (Al-Mughni III:87)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahullah berkata:
لا يجوز إخراج القيمة في قول أكثر
أهل العلم ، لكونها خلاف ما نص عليه النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم
"Tidak boleh
mengeluarkan dalam bentuk uang yang senilai zakat fitrah menurut pendapat
kebanyakan Ulama, karena menyelisihi apa yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya radhiallahu 'anhum". (Al-Fatawa
XIV/32)
Syaikh Al 'Utsaimin
rahimahullah berkata:
إخراجها نقداً فلا يجزئ، لأنها
فرضت من الطعام.
"Mengeluarkan dalam
bentuk uang itu tidak sah, karena zakat itu diwajibkan dalam bentuk
makanan". (Al-Fatawa XVIII/265)
Syaikh Al 'Utsaimin
rahimahullah juga berkata:
أنَّ زكاةَ الفِطرِ عبادةٌ مَفروضةٌ
مِن جِنسٍ معيَّنٍ، فلا يُجزِئُ إخراجُها مِن غَيرِ الجِنسِ المعيَّنِ، كما لو أخرَجَها
في غيرِ وَقتِها المعيَّنِ
"Sesungguhnya zakat
fithri adalah suatu ibadah yang telah ditetapkan jenisnya, (yakni berupa
makanan pokok -pent), maka tidak diperbolehkan membayarkan zakat fithri dengan
yang bukan jenis yang telah ditetapkan tersebut. Ini sama dengan mengeluarkan
zakat fithri di bukan waktu yang telah ditentukan". (Majmu’ fatawa wa
Rasa’il XVIII:284)
Syubhat Yang Membolehkan
Pembayaran Zakat Fithri Dengan Uang
Uang lebih mudah digunakan
dan lebih diperlukan saat ini oleh orang yang miskin.
Jawaban Atas syubhat tersebut
Pertama, uang telah dikenal
di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersamaan dengan itu telah
diketahui oleh kita semua bahwa seandainya ada perkara yang paling mudah bagi
ummatnya yang masih dalam batas syari’at, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu akan memilihkan yang termudah. Namun dalam kenyataannya, saat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan barang yang dapat
dijadikan zakat fithri, beliau memberikan alternatif seluruhnya berupa makanan
pokok sebagaimana beberapa dalilnya telah dikemukakan di atas.
Sungguh, seandainya mata uang
juga merupakan alternatif yang dibolehkan dengan anggapan lebih mudah dan lebih
dibutuhkan, sudah barang tentu tanpa kita gurui lagi beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam akan menjadikan mata uang sebagai salah satu alternatif tersebut,
karena -sekali lagi- mata uang pun telah dikenal di zaman beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Kedua, Ulama telah sepakat
bahwa dalam kurban, maka hewan kurban tidak boleh diganti dengan mata uang.
Kalau seandainya alasan
penggantian dengan mata uang untuk zakat fithri dibenarkan, maka tentu alasan
penggantian mata uang hewan kurban jauh lebih logis, dikarenakan sudah pasti
membawa-bawa hewan kurban jauh lebih ribet daripada membawa-bawa 2,5/3 Kg beras
atau makanan pokok serupa. Tapi kenyataannya tidak ada satupun Ulama -sepanjang
pengetahuan kami- yang berpendapat demikian.
Maka dengan ini, zakat fithri
hendaklah berupa makanan pokok dan tidak boleh diganti dengan mata uang.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا
محمد وآله وصحبه وسلم
🌐https://dakwahmanhajsalaf.com/2020/05/hukum-mengeluarkan-zakat-fithri-dengan-uang.html